LUSTRUM | Lembur
“Nanti kita lembur yak, temen-temen.”
Satu kalimat dari ko David sebelum rapat sukses membuat panitia Lustrum benar-benar lembur malam ini. Rapat kedua yang tadinya hanya digunakan untuk penjabaran konsep dan tema acara serta penyerahan anggaran keperluan kasar dari tiap divisi bertambah lama karena pembabatan acara. Panitia mengejar permintaan dekan yang katanya minta acara segera dimatangkan dan dijalankan, kalo gak lekas matang, dana yang sudah diberikanlah yang terancam.
Permintaan dekan yang mendadak sore itu otomatis bikin Hansel selaku kordiv acara daritadi memijat keningnya yang terasa berat. Tentu saja semua perencanaan acara sudah matang, terlebih karna dia punya anak-anak buah korsubdiv per-acara yang sudah siap dengan penjabaran mereka. Namun tetap saja, sepertinya dia butuh obat.
Lain dengan kubu tim acara, lain pula dengan kubu tim yang lain.
Sekretariat beserta Divisi Pubdekdok (Publikasi, Dekorasi, Dokumentasi) sibuk berembuk mengenai segala ide dan cara agar mereka mendapatkan peserta yang banyak dalam waktu yang cukup singkat. Sepertinya tim Publikasi harus bekerja lebih keras untuk hal itu.
Seluruh tim sangat sibuk sesuai dengan divisinya masing-masing, tidak terkecuali Rei dan Nara yang daritadi bolak-balik membagi keuangan dan rekapitulasi berdasarkan rincian anggaran kasar yang sudah diserahkan per divisi sebelumnya.
“Nar, punya Akpertrans di elu gak?” Rei berkata tanpa menoleh ke arah sobatnya. Tangannya sibuk membolak-balik kertas.
Nara yang ngerasa tidak memegang anggaran kasar Akpertrans menoleh, “Hah? kaga. Belom kasih deh kayanya.”
“Akpertrans! Mana anggaran?” Ujar Rei tanpa ba-bi-bu galak, membuat David yang sedang membaca rincian sistem keamanan selama acara di sebelah Rei kaget.
“Eh anjing, bociiiilll! pelan-pelan kek.”
Namun Rei gak peduli, “Amar! Maneeeeee???”
“Iya sabar napa Rei? Ini Jean yang kasih.”
Melihat Jean yang turun dari tempat dimana tim Akpertrans berembuk, Rei pun diam.
Jean berjalan ke arah meja bendahara dengan angkuh (bahasa lain: sok ganteng), bahkan dia sempat-sempatnya menyisir rambutnya kebelakang begitu kedua netranya bersapu pandang dengan netra Nara.
Bukannya nyamperin Rei, bocah itu malah berdiri didepan meja Nara.
“Nih, bos. Udah lengkap-kap-kap rincian dari Akpertrans. Paling banyak ya keluarnya di bensin sama sewa perkakas.”
Jean memberikan tiga lembar kertas yang sudah dijetrek ke Nara.
Belum sempat Nara menjawab, Rei berkomentar, “Iya, bagus. Gua yang minta tapi Nara yang dikasih. Yaudah Ra, elu yang rekap bagian Akpertrans ya!”
Setelah membolak-balik kertas yang diberi Jean sebentar, Nara menjawab, “Thanks ya, Jean!”
“Bentar Na, ini buat lu. Kalau ini gausah masuk anggaran, ya. Gua yang traktir.”
Sebelum Jean berlalu, ia meninggalkan dua batang permen loli susu rasa melon di atas meja Nara.