LUSTRUM | Telepon

Nara membetulkan posisinya diatas kasur. Sumpah, dia nervous dan mual. Jari-jarinya bergantian mengetuk layar ponsel, tanda ia menunggu telepon dari sang kekasih di seberang pulau sana.

Terakhir kali ia berbicara via telepon dengan Chris itu sudah beberapa bulan yang lalu. Itupun karna Chris minta tolong bantuannya untuk merapikan makalah, jadi yang dilakukannya hanya fokus pada layar laptop.

Hubungan jarak jauh mereka sedikit tidak seperti hubungan jarak jauh orang lain. Mungkin yang lain bisa saling memberi kabar via telepon sehari sekali, namun Chris dan Nara tidak seperti itu. Boro-boro telepon, chat aja cuma empat sampai lima kali sehari.

Namun Nara, ia merasa tidak apa-apa dengan pikiran super positif; kalau Chris sibuk disana. (Meski lama-lama muak juga.)

Betul, Naraya positif bucin goblog, kalau kata Rei.

Tidak lama kemudian, ponsel dengan kamera boba itu berdering, riuh suara band asal Australia, 5 Seconds of Summer yang jadi nada dering Nara memenuhi ruangan kamarnya.

Chris menelponnya!

Tanpa ba bi bu dan tanpa niat jaim sedikit, Nara dengan semangat 45 menjawab telepon kekasihnya.

“H-hai!”

Cengiran khas terukir pada bibir Nara.

“Javier.”

Suara Chris tidak pernah berubah. Laki-laki itu.. selalu punya suara yang seolah menyihirnya. Hanya Chris yang memanggilnya Javier.

“Yup! It's me. The one and only.”

Tawa mengalun di ujung sana dan yang Nara bayangkan adalah senyum Chris.

Nara ikut tersenyum.

“Lagi apa, babe?”

Rasanya telah lama ia tidak mendengar Chris memanggilnya 'babe'.

“Istirahat. Abis rapat dadakan tapi online.” “Kamu?”

Terdengar suara bisik-bisik yang tidak jelas berbunyi apa di ujung sana. Namun Nara bisa jelas mendengar Chris seolah berbisik 'bentar, aku lagi telfon'.

“Aku di kantin nih..”

“Sama temen-temen?”

“Iya, lumayan rame. Sorry kalo berisik.”

Oh, mungkin Chris tadi ngomong sama temennya.

Ada jeda karena Nara tiba-tiba bingung ingin berkata apa. Jeda itu canggung. Seolah mereka baru pacaran sehari dua hari lalu bertingkah kikuk pada sambungan di telepon.

“Javier?”

“Ah.. sorry. Masa aku ngelamun tiba-tiba.” “Aku kangen, Chris.”

Terdengar tawa disana.

“It's okay babe. And me too. Tadi kamu mau cerita apa?”

Nara ingat sesuatu. Dia belum cerita pada Chris kalau dia ditunjuk menjadi MC pembukaan acara Lustrum.

“Chris..”

“Hm? go on.”

“Aku.. mendadak disuruh jadi MC di opening Lustrum empat hari lagi. Jadi tuh, MC lamanya jatuh di toilet terus dia berhalang-”

“Kamu jadi MC?”

Shit, this tone. Nara tau, jika tone suara Chris sedikit meninggi maka artinya laki-laki itu tidak suka. Padahal ia belum selesai bicara.

“I-iya..”

“Harus banget kamu? Kamu kan juga udah pegang posisi bendahara?”

“Iya, tapi anak-anak pada minta aku jadi MC. Mungkin mereka tau kalau aku emang suka nge-MC..?”

“Emang gaada orang lain?”

“Kalo ada orang lain, ya bukan aku yang dipilih. Lagian aku mau kok.”

Mendengar nada sengit dari Chris, Nara ikut meninggikan suaranya.

“Yeah, of course you want it, Javier. You always want attention.”

Ini lagi, ini lagi yang dibahas kekasihnya seolah tidak ada hal lain.

“What the fuck are you talking about?”

Kepala Nara tiba-tiba pusing. Selalu seperti ini jika Nara memberitahu Chris kalau ia akan mengikuti suatu kegiatan.

“Listen, i won't call you to argue. Lo jangan bikin kepala gue tambah panas ya, Javier. You're not going to be the MC atau sekalian aja kamu gausah jadi panitia.”

Nara hanya diam.

“Case closed. Aku telfon kamu lagi nanti.”

🎇

Dulu Nara merasa bahwa sisi posesif Chris itu bentuk dari rasa sayang. Laki-laki itu gak mau kehilangan dia, laki-laki itu hanya mau ngelindungin dia. Meskipun cara Chris egois untuk menghentikan segala kesukaan Nara. Dahulu Nara bisa terima dan tanpa berat hati akan mengiyakan.

Tapi sekarang semua jadi gak masuk akal. ia terlambat menyadari kalau hubungannya kian 'toxic' dan ia terlanjur terjerat didalamnya. Yang Nara rasain sekarang cuma kesedihan diiringi berbagai pertanyaan.

Kenapa Chris gak pernah dukung kesukaannya?